TEMPO.CO, Jakarta - SAMBIL mendengarkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo, membacakan berkas vonis pada Selasa, 21 Agustus 2018, Meliana terlihat berkali-kali menyeka matanya. Perempuan ini mencoba menahan tangis.
Baca: Ini Kronologi Kasus Penistaan Agama Meiliana di Tanjung Balai
Namun, air mata Meiliana tak bisa dibendung lagi ketika Wahyu mengetuk palu. "Menyatakan terdakwa Meliana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” kata Wahyu membacakan vonis.
Hakim menghukum Meliana satu tahun enam bulan kurungan penjara dikurangi masa tahanan. Perempuan berusia 44 tahun itu sudah mendekam di Rumah Tahanan Tanjung Gusta, Medan, sejak Mei 2018. Mendengar vonis ini, Meiliana menangis terisak-isak.
Dalam vonisnya, hakim membidik Meiliana dengan Pasal 156A Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500."
Kuasa Hukum Meliana, menegaskan akan mengajukan banding terhadap putusan yang menjerat kliennya. “Iya banding lah, karena enggak ada bukti. Bagaimana tindak pidana enggak ada bukti”, kata salah seorang tim Kuasa Hukum Meliana, Ranto Sibarani, melalui saluran telepon kepada Tempo pada Rabu, 22 Agustus 2018.
Baca juga: Setara: Kasus Penistaan Agama Meningkat karena Faktor Politik
Perkara Meliana ini bermula dari tudingan sejumlah kelompok masyarakat yang menuduh Meliana menghina Islam dengan melarang azan di masjid pada 2016 silam. "Padahal dia sama sekali tidak pernah melarang azan," kata Ranto. "Memang dia sempat menyinggung soal azan tapi tidak melarang."
Bagaimana awal mula perkara ini? Ikuti kelanjutannya